pembelajaran tematik, pengertian, hakikat, fungsi, karakteristik bahasa, hakikat pembelajaran bahasa indonesia
v RPS 2
Pembelajaran Tematik
Pembelajaan
tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang
menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).
Dengan tema diharapkan akan
memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1.
Siswa
mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2.
Siswa
mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar
matapelajaran dalam tema yang sama;
3.
Pemahaman
terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4.
Kompetensi
dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa;
5.
Siswa
mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas;
6.
Siswa
lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain;
7.
Guru
dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat
dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
1. Landasan
filosofis
Dalam pembelajaran tematik sangat
dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b)
konstruktivisme, dan (c) humanisme.
·
Aliran progresivisme, yang memandang proses pembelajaran
perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan,
suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
·
Aliran konstruktivisme, yang melihat pengalaman langsung
siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran.
Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia.
Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena,
pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja
dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu
proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa
ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
·
Aliran humanism, yang melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya,
potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
2. Landasan
psikologis
Dalam pembelajaran tematik terutama
berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi
pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan
kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar
memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik
tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus
mempelajarinya.
3. Landasan
yuridis
Dalam pembelajaran tematik berkaitan
dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan
pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal
9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Arti Penting Pembelajaran
Tematik
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam
proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan
terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka
pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran
ini dimotori para tokoh Psikologi
Gestalt, termasuk Piaget yang
menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan
dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by
doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar
yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang
menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih
efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk
skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat
membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih
melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain:
(1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan
dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (3)
Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil
belajar dapat bertahan lebih lama; (4) Membantu mengembangkan keterampilan
berpikir siswa; (5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai
dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan (6)
Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema
ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: (1) Dengan menggabungkan beberapa
kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi
penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan,
(2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, (3)
Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai
proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. (4) Dengan adanya pemaduan antar
mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,
Karakteristik Pembelajaran
Tematik
Sebagai suatu model
pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada
siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan
belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan
kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman
langsung, Pembelajaran
tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini,
siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami
hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak
begitu jelas. Dalam
pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat
berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai
matapelajaran. Pembelajaran
tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu
proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep
tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat luwes
(fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa
dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar
sambil bermain dan menyenangkan
Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran
tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
1. Implikasi bagi guru, Pembelajaran
tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman
belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran
dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan
dan utuh.
2. Implikasi bagi siswa: (a)
Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam
pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan,
kelompok kecil ataupun klasikal, (b) Siswa harus siap mengikuti kegiatan
pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok,
mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
3. Implikasi terhadap sarana,
prasarana, sumber belajar dan media: (a) Pembelajaran tematik pada hakekatnya
menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif
mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik
dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana
dan prasarana belajar. (b) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai
sumber belajar baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan
pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun
sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). (c) Pembelajaran ini juga perlu
mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan
membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.(d) Penerapan
pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang
sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula
untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.
4. Implikasi terhadap Pengaturan
ruangan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan
pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut
meliputi: ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan,
susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan
pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di kursi
tetapi dapat duduk di tikar/karpet, kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat
dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dinding kelas dapat
dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai
sumber belajar, alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga
memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.
5. Implikasi terhadap Pemilihan metode.
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang
dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi
metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi,
bercakap-cakap.
v RPS 3
A. Pengertian Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan
untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang
berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh
pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai
sarana integrasi dan adaptasi.
B. Hakikat Bahasa
1. Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah
lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu,
sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang
tak disertai oleh bahasa. Bahkan dalam bermimpi pun manusia menggunakan bahasa.
2. Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak
dimiliki oleh yang lain. Bahasa itu unik, maksudnya, setiap bahasa mempunyai
ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa
menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat
atau sistem-sistem lainnya.
3. Universal
Selain bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, artinya,
ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini.
Ciri-ciri yang universal itu tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum,
yang bisa dikaitkan dengan ciri atau sifat yang lain.
4. Produktif
Arti produktif adalah “banyak hasilnya”, atau lebih tepat
“terus menerus menghasilkan”. Bahasa itu produktif, maksudnya, meskipun
unsur-unsur bahasa itu terbatas, dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang
bberlaku dalam bahasa itu.
5. Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang
dilambangkannya bersifat arbitrer, penggunaan lambang tersebut untuk suatu
konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa
itu mematuhi konvensi bahwa suatu lambang digunakan untuk mewakili konsep yang
dilambangkannya.
6. Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah,
tidak tetap, manasuka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak
adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan
konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Umpamanya, antara
[kuda] dengan yang dilambangkannya, yaitu “sejenis binatang berkaki empat yang
biasa dikendarai”. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang tersebut
dilambangkan dengan bunyi [kuda], bukan [aduk] atau [akud].
7. Bermakna
Dari tulisan sebelumnya sudah dibicarakan bahwa bahasa itu
adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar. Sebagai lambang
tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu
pengertian, konsep, ide atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi.
Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau pikiran,
dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
8. Bunyi
Kata bunyi sering sukar dibedakan dengan suara, sudah biasa
kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut Kridalaksana,
bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga
yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi itu bisa
bersumber pada gesekan atau benturan benda-benda, alat suara pada binatang dan
manusia.
9. Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan
pengertian yang sama. Lambang dengan segala seluk-beluknya dikaji orang dalam
kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi,
yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia,
termasuk bahasa. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu
antara lain tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom),
gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
C. Fungsi Bahasa
1. Fungsi Personal atau Pribadi
Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal.
Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si
penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga
memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak
pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah, atau
gembira.
2. Fungsi Direktif
Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa
berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu
tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan
yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
3. Fungsi Fatik
Bila dilihat segi kontak antara
penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi
menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau
solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola
tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena
itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
4. Fungsi Referensial
Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu
berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur
atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan
paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk
menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
5. Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi
metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk
membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan
masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya
di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal
ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa
dijelaskan dengan bahasa.
6. Fungsi Imajinatif
Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka
bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi
(khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi,
cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun
para pendengarnya.
D. Karakteristik
Bahasa
Bahasa adalah sebuah
sistem berupa bunyi, bersifat abitrer, produktif, dinamis, beragam dan
manusiawi. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara
karakteristik bahasa adalah abitrer, produktif, dinamis, beragam, dan
manusiawi.
1. Bahasa Bersifat Abritrer
Bahasa bersifat
abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak
bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang
tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan
‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa
dijelaskan. Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya
setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang
dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan
untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk
melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah
melanggar konvensi itu.
2. Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat
produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat
dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya
mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata
tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
3. Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis
berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan
sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja:
fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu
mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama
yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
4. Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang
sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai
latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi
beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada
tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang
digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir
berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
5. Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa
sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai
bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau
gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai
bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar.
Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan
bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
v RPS 4
Hakikat
Pembelajaran Bahasa Indonesia : Hakikat belajar menyimak, membaca, menulis,
berbicara, viewing, presentasi visual.
Bahasa
merupakan salah satu kemampuan terpenting manusia yang memungkinkan ia unggul
atas makhluk-makhluk lain di muka bumi, sehingga tidak ada sistem komunikasi
yang terintegrasi, mencakup ujaran, membaca dan menulis, melainkan sistem
kebahasaan. Pada dasarnya setiap pengajaran bahasa bertujuan agar peserta didik
atau para murid mempunyai keterampilan berbahasa. Menurut Tarigan (1991: 40)
bahwa “Terampil dalam berbahasa meliputi empat hal, yakni: terampil menyimak,
terampil berbicara, terampil menulis dan terampil membaca”. Keempatnya
merupakan catur tunggal dalam pengajaran bahasa Indonesia. Keempat aspek
tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: keterampilan yang bersifat menerima
(reseptif) yang meliputi keterampilan membaca dan menyimak, dan keterampilan
yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan
berbicara (Muchlisoh, 1992).
Kemampuan
bahasa yang dimiliki anak melalui tahap-tahap berikut ini:
1. Tahap
pralinguistik, yaitu fase perkembangan bahasa di mana anak belum mampu
menghasilkan bunyi-bunyi yang bermakna. Bunyi yang dihasilkan seperti tangisan,
rengekan, dekutan, dan celotehan hanya merupakan sarana anak untuk melatih
gerak artikulatorisnya sampai ia mampu mengucapkan kata-kata yang bermakna.
2. Tahap
satu-kata, yaitu fase perkembangan bahasa anak yang baru mampu menggunakan
ujaran satu-kata. Satu-kata itu mewakili ide dan tuturan yang lengkap.
3. Tahap
dua-kata, yaitu fase anak telah mampu menggunakan dua kata dalam pertuturannya.
4. Tahap
banyak-kata, yaitu fase perkembangan bahasa anak yang telah mampu bertutur
dengan menggunakan tiga-kata atau lebih dengan penguasaan gramatika yang lebih
baik (Anonim, 2009).
Adapun
keterampilan dalam belajar bahasa diantara ialah :
a. Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak dalam pembelajaran
bahasa adalah suatu proses penerimaan pesan yang disampaikan oleh orang lain.
Sebagai proses, kegiatan menyimak terdiri atas tahap penerimaan rangsangan
lisan, pemusatan perhatian, serta pemahaman makna atas pesan yang disampaikan.
Penyimak akan dapat menyimak dengan baik apabila ia memiliki kemampuan
berkonsentrasi, menangkap bunyi tuturan, mengingat hal-hal penting, serta
memahami unsur linguistik dan nonlinguistik secara memadai (Anonim, 2009).
b.
Keterampilan Berbicara
Di dalam sebuah pembelajaran diperlukan
keterampilan untuk menguasai aspek-aspek berbahasa. Seorang ahli mengemukakan
bahwa “language conventionally distinguish betwen four aspect of language which
are mastered by means ‘four skill’ listening, speaking, reading, and writing.
Speaking is an active produktive or output counterparts”. Maksudnya, bahwa
keterampilan berbicara merupakan sebuah kemampuan untuk memproduksi suara atau
sebuah pemaknaan secara aktif dan mampu menimbulkan umpan balik/ feedback.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 114), berbicara adalah suatu
kegiatan berkata, bercakap-cakap, berbahasa, atau mengungkapkan suatu pendapat
secara lisan. Dengan berbicara manusia dapat menuangkan ide, gagasan, perasaan
kepada orang lain sehingga dapat menghasilkan suatu interaksi di dalam sebuah
komunitas di masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa
gagasan, pikiran serta perasaan secara lisan kepada individu lain.
Sebagai alat komunikasi di dalam berbicara,
pembicara sebagai pemberi informasi mutlak perlu dan pendengar sebagai penerima
informasi. Pembicara yang baik harus dapat menyampaikan isi pembicaraan dengan
baik dan efektif. Pembicara harus mengetahui betul isi pembicaraannya, dan
harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap orang lain. Jadi bukan
hanya mengetahui apa yang dibicarakannya tetapi juga mengetahui bagaimana cara
mengemukakan yang berkaitan dengan masalah bunyi bahasa. Pembicara juga harus
dapat memperlihatkan keberanian dalam berbicara dengan jelas dan tepat.Ada
beberapa faktor yang yang harus diperhatikan oleh seseorang pembicara untuk
berbicara efektif. Menurut Arsyad dan Mukti (1993 7-22) yang dapatmempengaruhi
keefektifan berbicara. Faktor non kebahasaan dan kebahasaan. Faktor non
kebahasaan meliputi sikap tubuh dalam berbicara, pandangan mata lurus terhadap
lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerakgerik atau mimik
yang tepat, kenyaringan, kelancaran, penalaran, penguasaan topik. Sedangkan
faktor kebahasaan meliputi ketepaan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi,
dan durasi yang sesuai, pemilahan kata dan diksi, ketepatan sasaran
pembicaraan, dan ketepatan penggunaan kalimat dan tata bahasa.
c.
Keterampilan Membaca
Sementara untuk pembelajaran membaca
permulaan diberikan di kelas I dan II dengan tujuan agar murid memiliki
kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai
dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan merupakan
tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai
representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan
belajar membaca (learning to read). Adapun membaca lanjut merupakan tingkatan
proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam
tulisan.
Tingkatan ini disebut sebagai membaca
untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum,
artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan
sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman
walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman
isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca
permulaan (Syafi’ie, 1999).
d.
Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis dalam pembelajaran
bahasa adalah proses penyampaian pesan kepada pihak lain secara tertulis.
Sebagai proses, menulis terdiri atas tahap prapenulisan, menulis, dan
pascapenulisan. Adapun keterampilan membaca merupakan proses penyampaian pesan
secara tertulis dari pihak lain. Sebagai proses, membaca merupakan kegiatan
pemaknaan yang terus-menerus berdasarkan apa yang tersaji dalam teks karangan
serta pengetahuan yang dimiliki oleh pembacanya (Anonim, 2009).
Selain empat keterampilan diatas,
belajar bahasa indonesia juga memperhatikan viewing dan presentasi visual.
e.
Viewing
Viewing mengacu pada keterampilan
berbahasa individu dalam menafsirkan hal-hal yang dilihat dari media visual
dengan bahasa sendiri (termasuk foto, gambar, ilustrasi, grafik, poster, peta,
diagram dari buku/internet. Pesan/informasi dari media visual ini harus
dipahami sebagaimana kemampuan memahami bahasa cetak. Pemahaman informasi dari
internet dengan informasi visual yang kompleks ini sangat penting.
f.
Presentasi Visual
Merupakan metode penyampaian informasi
dengan menggunakan gambar, grafik, bagan, atau tampilan lainnya yang bertujuan
untuk meningkatkan ketertarikan audience dalam menerima informasi pada saar
dilakukan presentasi. Pada presentasi visual ini kita memerlukan media visual.
Media visual adalah media yang
memberikan gambaran menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak. Jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa media visual merupakan salah satu media untuk
pembelajaran.
Tujuan metode presentasi visual ialah
agar penyampaian informasi dari presenter kepada audience dapat disampaikan
secara efektif, maka penting bagi presenter untuk memilih metode presentasi
yang sesuai dengan topik bahasannya.
Contoh
metode presentasi penyampaian informasi dalam wujud visual
- Tabulasi Data
- Grafik
- Media gambar / Grafis foto
- Sketsa
- Media Kartun
- Ilustrasi
- Karikatur
- Poster
Komentar
Posting Komentar