pembelajaran tematik, pengertian, hakikat, fungsi, karakteristik bahasa, hakikat pembelajaran bahasa indonesia

v RPS 2
Pembelajaran Tematik
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).
Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1.    Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2.    Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3.    Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4.    Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5.    Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6.    Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7.    Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
1. Landasan filosofis
Dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b) konstruktivisme, dan (c) humanisme.
·       Aliran progresivisme, yang memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
·       Aliran konstruktivisme, yang melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
·       Aliran humanism, yang melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
2. Landasan psikologis
Dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
3. Landasan yuridis
Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: (1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan (6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: (1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, (2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, (3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. (4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1.    Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2.    Memberikan pengalaman langsung, Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3.    Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas. Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4.    Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran. Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5.    Bersifat fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6.    Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7.    Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
1.    Implikasi bagi guru, Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
2.    Implikasi bagi siswa: (a)  Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal, (b) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
3.    Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media: (a) Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. (b)  Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). (c) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.(d) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.
4.    Implikasi terhadap Pengaturan ruangan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet, kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar, alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.
5.    Implikasi terhadap Pemilihan metode. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.

v RPS 3

A.  Pengertian Bahasa
 Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
B.  Hakikat Bahasa
1.    Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tak disertai oleh bahasa. Bahkan dalam bermimpi pun manusia menggunakan bahasa.
2.    Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Bahasa itu unik, maksudnya, setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat atau sistem-sistem lainnya.
3.    Universal
Selain bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal itu tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri atau sifat yang lain.
4.    Produktif
Arti produktif adalah “banyak hasilnya”, atau lebih tepat “terus menerus menghasilkan”. Bahasa itu produktif, maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang bberlaku dalam bahasa itu.  
5.     Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa suatu lambang digunakan untuk mewakili konsep yang dilambangkannya.


6.    Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, manasuka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Umpamanya, antara [kuda] dengan yang dilambangkannya, yaitu “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang tersebut dilambangkan dengan bunyi [kuda], bukan [aduk] atau [akud].
7.    Bermakna
Dari tulisan sebelumnya sudah dibicarakan bahwa bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep, ide atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau pikiran, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
8.    Bunyi
Kata bunyi sering sukar dibedakan dengan suara, sudah biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut Kridalaksana, bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi itu bisa bersumber pada gesekan atau benturan benda-benda, alat suara pada binatang dan manusia.
9.    Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama. Lambang dengan segala seluk-beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu antara lain tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
C.  Fungsi Bahasa
1.    Fungsi Personal atau Pribadi
Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah, atau gembira.
2.    Fungsi Direktif
Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
3.    Fungsi Fatik
Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
4.    Fungsi Referensial
Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
5.    Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa.
6.    Fungsi Imajinatif
Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.


D.  Karakteristik Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem berupa bunyi, bersifat abitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara karakteristik bahasa adalah abitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
1.    Bahasa Bersifat Abritrer     
Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan. Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
2.    Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
3.    Bahasa Bersifat Dinamis      
Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
4.    Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
5.    Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.

v RPS 4

Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia : Hakikat belajar menyimak, membaca, menulis, berbicara, viewing, presentasi visual.
Bahasa merupakan salah satu kemampuan terpenting manusia yang memungkinkan ia unggul atas makhluk-makhluk lain di muka bumi, sehingga tidak ada sistem komunikasi yang terintegrasi, mencakup ujaran, membaca dan menulis, melainkan sistem kebahasaan. Pada dasarnya setiap pengajaran bahasa bertujuan agar peserta didik atau para murid mempunyai keterampilan berbahasa. Menurut Tarigan (1991: 40) bahwa “Terampil dalam berbahasa meliputi empat hal, yakni: terampil menyimak, terampil berbicara, terampil menulis dan terampil membaca”. Keempatnya merupakan catur tunggal dalam pengajaran bahasa Indonesia. Keempat aspek tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:  keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan membaca dan menyimak, dan keterampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan berbicara (Muchlisoh, 1992).
Kemampuan bahasa yang dimiliki anak melalui tahap-tahap berikut ini:
1.    Tahap pralinguistik, yaitu fase perkembangan bahasa di mana anak belum mampu menghasilkan bunyi-bunyi yang bermakna. Bunyi yang dihasilkan seperti tangisan, rengekan, dekutan, dan celotehan hanya merupakan sarana anak untuk melatih gerak artikulatorisnya sampai ia mampu mengucapkan kata-kata yang bermakna.
2.    Tahap satu-kata, yaitu fase perkembangan bahasa anak yang baru mampu menggunakan ujaran satu-kata. Satu-kata itu mewakili ide dan tuturan yang lengkap.
3.    Tahap dua-kata, yaitu fase anak telah mampu menggunakan dua kata dalam pertuturannya.
4.    Tahap banyak-kata, yaitu fase perkembangan bahasa anak yang telah mampu bertutur dengan menggunakan tiga-kata atau lebih dengan penguasaan gramatika yang lebih baik (Anonim, 2009).
Adapun keterampilan dalam belajar bahasa diantara ialah :
a.  Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak dalam pembelajaran bahasa adalah suatu proses penerimaan pesan yang disampaikan oleh orang lain. Sebagai proses, kegiatan menyimak terdiri atas tahap penerimaan rangsangan lisan, pemusatan perhatian, serta pemahaman makna atas pesan yang disampaikan. Penyimak akan dapat menyimak dengan baik apabila ia memiliki kemampuan berkonsentrasi, menangkap bunyi tuturan, mengingat hal-hal penting, serta memahami unsur linguistik dan nonlinguistik secara memadai (Anonim, 2009).
b. Keterampilan Berbicara
Di dalam sebuah pembelajaran diperlukan keterampilan untuk menguasai aspek-aspek berbahasa. Seorang ahli mengemukakan bahwa “language conventionally distinguish betwen four aspect of language which are mastered by means ‘four skill’ listening, speaking, reading, and writing. Speaking is an active produktive or output counterparts”. Maksudnya, bahwa keterampilan berbicara merupakan sebuah kemampuan untuk memproduksi suara atau sebuah pemaknaan secara aktif dan mampu menimbulkan umpan balik/ feedback. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 114), berbicara adalah suatu kegiatan berkata, bercakap-cakap, berbahasa, atau mengungkapkan suatu pendapat secara lisan. Dengan berbicara manusia dapat menuangkan ide, gagasan, perasaan kepada orang lain sehingga dapat menghasilkan suatu interaksi di dalam sebuah komunitas di masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa gagasan, pikiran serta perasaan secara lisan kepada individu lain.
 Sebagai alat komunikasi di dalam berbicara, pembicara sebagai pemberi informasi mutlak perlu dan pendengar sebagai penerima informasi. Pembicara yang baik harus dapat menyampaikan isi pembicaraan dengan baik dan efektif. Pembicara harus mengetahui betul isi pembicaraannya, dan harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap orang lain. Jadi bukan hanya mengetahui apa yang dibicarakannya tetapi juga mengetahui bagaimana cara mengemukakan yang berkaitan dengan masalah bunyi bahasa. Pembicara juga harus dapat memperlihatkan keberanian dalam berbicara dengan jelas dan tepat.Ada beberapa faktor yang yang harus diperhatikan oleh seseorang pembicara untuk berbicara efektif. Menurut Arsyad dan Mukti (1993 7-22) yang dapatmempengaruhi keefektifan berbicara. Faktor non kebahasaan dan kebahasaan. Faktor non kebahasaan meliputi sikap tubuh dalam berbicara, pandangan mata lurus terhadap lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerakgerik atau mimik yang tepat, kenyaringan, kelancaran, penalaran, penguasaan topik. Sedangkan faktor kebahasaan meliputi ketepaan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pemilahan kata dan diksi, ketepatan sasaran pembicaraan, dan ketepatan penggunaan kalimat dan tata bahasa.
c. Keterampilan Membaca
Sementara untuk pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II dengan tujuan agar murid memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Adapun membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan.
Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi’ie, 1999).
d. Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis dalam pembelajaran bahasa adalah proses penyampaian pesan kepada pihak lain secara tertulis. Sebagai proses, menulis terdiri atas tahap prapenulisan, menulis, dan pascapenulisan. Adapun keterampilan membaca merupakan proses penyampaian pesan secara tertulis dari pihak lain. Sebagai proses, membaca merupakan kegiatan pemaknaan yang terus-menerus berdasarkan apa yang tersaji dalam teks karangan serta pengetahuan yang dimiliki oleh pembacanya (Anonim, 2009).
Selain empat keterampilan diatas, belajar bahasa indonesia juga memperhatikan viewing dan presentasi visual.
e. Viewing
Viewing mengacu pada keterampilan berbahasa individu dalam menafsirkan hal-hal yang dilihat dari media visual dengan bahasa sendiri (termasuk foto, gambar, ilustrasi, grafik, poster, peta, diagram dari buku/internet. Pesan/informasi dari media visual ini harus dipahami sebagaimana kemampuan memahami bahasa cetak. Pemahaman informasi dari internet dengan informasi visual yang kompleks ini sangat penting.
f. Presentasi Visual
Merupakan metode penyampaian informasi dengan menggunakan gambar, grafik, bagan, atau tampilan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan audience dalam menerima informasi pada saar dilakukan presentasi. Pada presentasi visual ini kita memerlukan media visual.
Media visual adalah media yang memberikan gambaran menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa media visual merupakan salah satu media untuk pembelajaran.
Tujuan metode presentasi visual ialah agar penyampaian informasi dari presenter kepada audience dapat disampaikan secara efektif, maka penting bagi presenter untuk memilih metode presentasi yang sesuai dengan topik bahasannya.
Contoh metode presentasi penyampaian informasi dalam wujud visual
  •       Tabulasi Data
  •        Grafik
  •      Media gambar / Grafis foto
  •      Sketsa
  •      Media Kartun
  •       Ilustrasi
  •      Karikatur
  •       Poster


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Potret Pendidikan Inklusi Pinggiran

RPS PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 1-15