PENELITIAN PENDIDIKAN “PENERAPAN METODE TOKEN ECONOMIES DALAM PEMBELAJARA BAHASA INDONESIA BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN SPECTRUM AUTIS HYPERAKTIF”

PENELITIAN PENDIDIKAN
 “PENERAPAN METODE TOKEN ECONOMIES DALAM PEMBELAJARA BAHASA INDONESIA BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN SPECTRUM AUTIS HYPERAKTIF”

Dosen Pengampu : Dr. Yuliyati, M.Pd.

Description: H:\unesa-biru.jpg
 



S







Disusun Oleh :
Nuki Pradita                (15010044034)
 

PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
 
 














BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan, pembelajaran yakni bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik.
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa adalah suatu alat komunikasi yang dapat digunakan manusia untuk berinteraksi satu sama lain, berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Hakikat bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tertulis. Hal ini haruslah kita sadari benar-benar, apalagi bagi para guru bahasa pada khususnya dan bagi para guru bidang studi pada umumnya. Dalam tugasnya sehari-hari para guru bahasa harus memahami benar-benar bahwa tujuan akhir pembelajaran bahasa ialah agar para siswa terampil berbahasa; yaitu terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan kata lain, agar para siswa mempunyai kompetensi bahasa (language competence) yang baik. Apabila seseorang mempunyai kompetensi bahasa yang baik, maka siswa diharapkan dapat berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan lancar, baik secara lisan maupun tulisan. Siswa juga diharapkan menjadi penyimak dan pembicara yang baik, menjadi pembaca yang komprehensif serta penulis yang terampil dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan ini, maka para guru harus menggunakan bahasa dengan baik dan benar, agar siswa dapat meneladaninya. Suatu kenyataan bahwa manusia menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama kita sebagai umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini. Setiap anggota masyarakat terlibat dalam komunikasi linguistik, di satu pihak dia bertindak sebagai pembicara dan di pihak lain sebagai penyimak. Dalam komunikasi yang lancar, proses perubahan dari pembicara menjadi penyimak maupun dari penyimak menjadi pembicara terjadi begitu cepat, terasa sebagai suatu peristiwa biasa dan wajar. Oleh sebab itu, pengertian bahasa ditinjau dari dua segi, yakni segi teknis dan segi praktis. Pengertian bahasa secara teknis adalah seperangkat ujaran yang bermakna, yang dihasikan dari alat ucap manusia. Secara praktis, bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna, yang dihasilkan dari alat ucap manusia. Dari pengertian secara praktis ini dapat kita ketahui bahwa bahasa dalam hal ini mempunyai dua aspek, yaitu aspek sistem (lambang) bunyi  dan aspek makna.  Bahasa disebut sistem bunyi atau sistem lambang bunyi karena bunyi-bunyibahasa yang kita dengar atau kita ucapkan itu sebenarnya bersistem atau memiliki keteraturan. Dalam hal ini, istilah sistem bunyi hanya terdapat di dalam bahasa lisan, sedangkan di dalam bahasa  tulis bahasa sistem bunyi itu digambarkan dengan lambang-lambang tertentu yang disebut huruf. Dengan demikian, bahasa selain dapat disebut sistem bunyi, juga disebut sistem lambang.
Dari pemaparan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia adalah suatu proses perjalanan panjang yang dilalui oleh setiap siswa dalam mempelajari bahasa Indonesia atau bahasa kedua setelah bahasa Ibu. Adapun kompetensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diartikan  sebagai sebuah pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan (Resmini dkk, 2006 : 49). Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa (Akhadiah dkk, 1991 : 2).
Gangguan spectrum autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku dimana gejala nampak sebelum usia tiga tahun. Lancaster (2005:45) mengungkapkan bahwa “autistic disorder is commonly referred to as autism, is described as, ‘the presence of markedly abnormal or impaired development in social interaction and communication and markedly restricted repertoire of behavior and interests’ and has proven to be pervasive and challenging disorder to diagnose and treat.”  Maksud dari pendapat Lancaster tersebut bahwa autis dapat ditandai dengan abnormalitas atau gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi dan juga memiliki keterbatasan dalam perilaku dan minat. Menurut  Theo Peeters (2009:15), autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau gangguan pervasif dan bukan suatu bentuk penyakit mental.
Menurut TEACCH dalam Wall (dalam Joko Yuwono, 2009: 25) dituliskan : “Autism is a lifelong developmental disability that prevents individuals from properly understanding what they see, hear and otherwise sense. This results in severe problem of social relationships, communication and behavior”. Definisi yang lebih operasional dinyatakan oleh The Individuals With Disabilities Education Act (dalam Joko Yuwono, 2009: 26),  autistik berarti gangguan perkembangan yang secara signifikan mempengaruhi komunikasi verbal dan non verbal dan interaksi sosial yang pada umumnya terjadi sebelum 3 tahun dengan keadaan ini sangat mempengaruhi performa pendidikannya.
Sedangkan perilaku hiperaktif merupakan gangguan perilaku yang tidak mampu diam, sulit memusatkan perhatian, bertindak sekehendak hatinya, yang disebabkan karena disfungsi neurologis. Perilaku hiperaktif ditunjukkan dengan sikap yang tidak mau diam, selalu bergerak, susah menaruh pada sebuah kegiatan. Perilaku hiperaktif yang ditunjukan oleh subjek dalam penelitian ini adalah perilaku anak autis tidak bisa duduk tenang, susah untuk diam, sering keluar kelas, suka jalan-jalan, lari lari saat kegiatan belajar mengajar. Richard I Walsh ( dalam Tin Suharmini, 2005 :9 ) mengatakan bahwa “ A hyperactive child is not simply a very simply a very active youngster but on who simply can’t stop moving, talking, making noise. He may also have sleeping problems and be bad tempered. Artinya, anak hiperaktif bukan anak yang sangat aktif, akan tetapi anak yang tidak bisa diam, terus bergerak, dan selalu sibuk. Bahkan dalam masalah yang lebih serius, anak mengalami masalah tidur dan situasi emosional yang buruk. Prasetya (2008:100) mengungkapkan bahwa hiperaktif merupakan suatu peningkatan aktivitas motorik hingga pada tingkatan tertentu dan menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi pada dua tempat dan suasana yang berbeda. Sani Budiantini Hermawan (dalam Ferdinan Zaviera, 2009:14) menyatakan hiperaktif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Rasmi Amin (2012) hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsive (bertindak sekehendak hatinya).
Metode Token Economies dikembangkan oleh Ayllon dan Azrin pada tahun 1968 (Glover, 1990). Konsepnya adalah sebuah pemberian  reinforcement yang langsung terhadap perilaku yang sesuai dengan yang telah ditentukan dalam aturan-aturan kelas. Pada metode ini token diberikan berdasarkan kualitas perilaku siswa. Token ini berbentuk angka (point), tanda check atau gambar orang tersenyum. Sebaliknya bila siswa melakukan kesalahan maka ia akan kena denda, tokennya diambil sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Ada batas maksimal siswa dapat kena denda, bila ia melewati batas tersebut maka ia terpaksa dihukum lebih berat (misalnya keluar dari kelas pada akhir periode). Pada akhir periode tertentu yang sudah disepakati, token yang sudah diperoleh siswa dapat ditukar dengan reinforcement yang sebenarnya yang bentuknya bervariasi dan sifatnya menarik bagi siswa.
Menurut Soekadji (1983) pengertian Token Economies adalah pemberian token (tanda, isyarat, kepingan) sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku yang diinginkan muncul. Token ini nantinya bisa ditukar dengan benda/aktivitas yang diingini oleh subyek. Token ekonomi adalah program dimana kelompok dari individu mendapat token atas perilaku yang yang diinginkan dan token tersebut dapat ditukar dengan backup reinforcers (Martin et.al., 2003).
Dengan metode token economies diharapkan anak dengan gangguan spectrum autis dapat mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa mengalami hambatan akibat perilaku hyperaktif yang dialaminya. Metode token economies memungkinkan siswa dengan gangguan spectrum autis hyperaktif dapat dikontrol dan dikondisikan perilakunya menjadi lebih terarah melalui pemberian token yang berupa reward. Jika perilaku hyperaktif pada anak dengan gangguan spectrum autis telah dapat dikondisikan dengan baik, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diterima dengan baik. Melalui metode token economies, guru tidak hanya mudah dalam mengontrol dan mengarahkan perilaku siswa, akan tetapi juga mudah dalam mengatur pembelajaran di kelas. Hal ini akan memudahkan dalam pencapaian tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia kepada siswa dengan gangguan spectrum autis hyperaktif. Guru tidak perlu khawatir dalam mengkondisikan perilaku hyperaktif siswa dengan gangguan spectrum autis untuk diam saat pembelajaran sebab perilaku hyperaktif tersebut telah dikondisikan melalui pemberian token dan adanya hukuman. Melalui berbagai tahapan yang telah terstruktur dengan baik, penerapan metode token economies ini secara umum telah terbukti efektif dalam berbagai pembelajaran pada siswa yang mengalami gangguan dalam perilaku yakni hyperaktif, seperti siswa dengan gangguan spectrum autis maupun siswa ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Dissorder). Metode token economies ini tidak hanya diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia saja akan tetapi juga dalam pembelajaran yang lain. Yang terpenting dalam metode ini yaitu perilaku siswa dapat dikondisikan untuk mengikuti intruksi guru saat pembelajaran berlangsung.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hambatan pembelajaran Bahasa Indonesia pada anak dengan gangguan spectrum autis hyperaktif?
2.      Bagaimana prinsip penerapan metode token economies dalam pembelajaran pada anak dengan gangguan spectrum autis hyperaktif?
3.      Bagaiaman penerapan metode token economies dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada anak dengan gangguan spectrum autis hyperaktif?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami hambatan pembelajaran Bahasa Indonesia pada anak dengan gangguan spectrum autis hyperaktif.
2.      Mengetahui dan memahami prinsip penerapan metode token economies dalam pembelajaran pada anak dengan gangguan spectrum autis hyperaktif.
3.      Mengetahui dan memahami penerapan metode token economies dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada anak dengan gangguan spectrum autis hyperaktif.

1.4  Manfaat
1.      Menambah wawasan dan pengetahuan tentang metode pembelajaran untuk anak dengan gangguan spectrum autis hyperaktif.
2.      Memahami prinsip efektivitas pelaksanaan metode token economies dalam pembelajaran pada anak dengan spectrum autis, khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Potret Pendidikan Inklusi Pinggiran

RPS PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 1-15

pembelajaran tematik, pengertian, hakikat, fungsi, karakteristik bahasa, hakikat pembelajaran bahasa indonesia